Scroll untuk baca artikel
BANGKA BELITUNG

Ketua PD Inaker Babel : Investor Tidak Boleh Dibiarkan Takut, Daerah Wajib Menjamin Keamanan dan Kepastian

47
×

Ketua PD Inaker Babel : Investor Tidak Boleh Dibiarkan Takut, Daerah Wajib Menjamin Keamanan dan Kepastian

Sebarkan artikel ini

JENDELABABEL.COM, PANGKALPINANG, — Iklim investasi yang kondusif merupakan fondasi utama bagi kemajuan suatu daerah. Investasi tidak hanya bermakna masuknya modal, tetapi juga menjadi penggerak utama penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta penguatan daya saing ekonomi lokal. Tanpa investasi yang sehat dan berkelanjutan, potensi daerah kerap berhenti sebatas wacana.

Banyak daerah di Indonesia sejatinya memiliki sumber daya alam, posisi geografis strategis, hingga bonus demografi yang besar. Namun, potensi tersebut tidak otomatis menjelma menjadi pertumbuhan ekonomi jika tidak ditopang iklim usaha yang memberikan rasa aman dan kepastian bagi investor.

Ketua Pengurus Daerah Indonesia Bekerja (PD Inaker) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Aboul A’la Almaududi, SH, menilai bahwa investasi membutuhkan satu prasyarat utama, yakni kepercayaan. Menurutnya, investor akan datang ke daerah yang mampu menunjukkan stabilitas kebijakan, kepastian hukum, dan komunikasi publik yang sehat.

“Iklim yang kondusif itu bukan berarti tanpa kritik, tetapi adanya kepastian bahwa setiap persoalan bisa diselesaikan secara adil, terbuka, dan profesional,” ujar Aboul dalam keterangannya.
(Rabu 17/12/2025)

Aboul A’la Almaududi dikenal sebagai mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Latar belakang tersebut membentuk pandangannya bahwa pembangunan ekonomi harus berjalan seiring dengan penegakan hukum dan keadilan sosial.

Menurutnya, salah satu penyebab lambannya investasi di sejumlah daerah adalah ketidakpastian regulasi. Perubahan aturan yang mendadak, tumpang tindih kebijakan, serta birokrasi yang panjang sering kali membuat investor memilih menunda bahkan memindahkan rencana investasinya ke daerah lain.

Selain regulasi, faktor stabilitas sosial dan politik lokal juga sangat menentukan. Narasi publik yang cenderung memusuhi investasi, konflik yang tidak dikelola dengan baik, hingga politisasi isu ekonomi dapat menciptakan persepsi risiko yang tinggi di mata investor.

Aboul yang juga dikenal sebagai pegiat sosial kemasyarakatan menekankan pentingnya membangun komunikasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Menurutnya, resistensi sering muncul bukan karena investasi itu sendiri, melainkan karena kurangnya dialog dan transparansi.

“Ketika masyarakat dilibatkan dan diberi pemahaman bahwa investasi membawa manfaat nyata—lapangan kerja, usaha turunan, dan peningkatan ekonomi lokal—maka dukungan akan tumbuh secara alami,” katanya.

Ia juga menyoroti kondisi daerah yang terpuruk akibat minimnya investasi baru. Dalam situasi tersebut, ekonomi lokal cenderung berjalan di tempat, usaha lama tidak berkembang, dan generasi muda kehilangan peluang kerja di daerahnya sendiri.

Lebih jauh, Aboul mengingatkan adanya kecenderungan upaya pelemahan iklim investasi, baik melalui narasi negatif yang berlebihan maupun framing yang menyamaratakan semua investasi sebagai ancaman. Padahal, menurutnya, investasi yang dikelola dengan tata kelola baik justru dapat berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan kepentingan masyarakat.

Indonesia Bekerja (Inaker), kata Aboul, mendorong semua pihak untuk memandang investasi secara objektif. Baik investasi di sektor industri, pertanian, energi, pariwisata, UMKM, hingga ekonomi kreatif, semuanya membutuhkan lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi.

Peran pemerintah daerah menjadi krusial dalam menciptakan iklim tersebut, mulai dari pelayanan perizinan yang cepat, regulasi yang jelas, hingga konsistensi kebijakan. Aparat penegak hukum pun memiliki peran penting dalam menjaga kepastian hukum bagi dunia usaha.

Di sisi lain, masyarakat sipil dan media juga diharapkan berperan membangun narasi yang berimbang. Kritik tetap diperlukan, namun harus berbasis data dan solusi, bukan sekadar memperbesar ketakutan.

Aboul menegaskan bahwa daerah yang maju bukanlah daerah yang menutup diri dari investasi, melainkan daerah yang mampu mengelola investasi secara adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan jangka panjang masyarakat.

“Investasi itu mitra pembangunan. Jika iklimnya sehat, investor nyaman, masyarakat diuntungkan, dan daerah akan tumbuh secara berkelanjutan,” pungkasnya. (Redaksi/JB 007 Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *