Scroll untuk baca artikel
BANGKA BELITUNGPANGKALPINANG

Narasi Fitnah Runtuh, Akal Sehat Publik Bangkit: Babel Butuh Fakta, Bukan Dalang Rekayasa

122
×

Narasi Fitnah Runtuh, Akal Sehat Publik Bangkit: Babel Butuh Fakta, Bukan Dalang Rekayasa

Sebarkan artikel ini

JENDELABABEL.COM, BANGKA BELITUNG —Fitnah selalu punya sayap, tapi akal sehat punya kaki yang kuat. Ketika isu “dalang demo” dilempar begitu saja, publik Babel sebenarnya hanya butuh satu hal: melihat rangkaian fakta yang berdiri tegak tanpa perlu dibentak-bentakkan.

Keputusan Gubernur Hidayat Arsani dalam kisruh timah bukan keputusan politisi yang bersembunyi di balik meja, melainkan langkah seorang pemimpin yang sadar bahwa gejolak ekonomi penambang bukan sekadar angka, tapi denyut hidup ribuan keluarga. Di titik ketika situasi memanas dan rasa curiga menyebar seperti asap, ia memilih berada di tengah—posisi paling tidak nyaman, tapi paling bertanggung jawab. Menjadi penyangga antara keresahan penambang dan kewajiban PT Timah, lalu membuka dialog yang sering kali lebih panas daripada sengketa itu sendiri.

Hasilnya bukan janji abstrak, melainkan keputusan konkret. Tuntutan aliansi penambang tak sekadar didengar, tetapi dipenuhi. Harga beli pasir timah Rp300 ribu per SN 70% adalah sinyal kuat bahwa pemerintah daerah tidak sekadar menyaksikan dari jauh, tapi turun langsung memastikan ekonomi rakyat Babel tetap bergerak, meski pasar global sedang tersengal-sengal.

Sulit membangun logika bahwa seseorang yang pernah membela ribuan pegawai PT Timah tiba-tiba berubah menjadi pengacau. Logika yang sehat justru melihat konsistensi: keberpihakan pada stabilitas, pada kesejahteraan, pada ruang dialog yang jujur meski menyakitkan. Fitnah mungkin terdengar dramatis, tetapi rekam jejak biasanya lebih tegas daripada suara siapa pun.

Publik Babel layak menimbang persoalan ini bukan dengan bisikan rumor, tetapi dengan benang merah fakta. Kita sedang menghadapi problem yang lebih besar dari sekadar saling tuding: masa depan ekonomi daerah yang berdiri di atas komoditas yang terus diguncang regulasi, pasar, dan tarik-menarik kepentingan.

Rasionalitas menjadi kompas yang harus dijaga. Pemimpin yang mengambil keputusan berdasarkan data dan dialog pantas dinilai dari kinerjanya, bukan dari narasi yang diproduksi demi memperkeruh air. Dalam situasi penuh kegaduhan, masyarakat Babel justru diuntungkan bila tetap bersandar pada informasi yang dapat diverifikasi dan langkah-langkah yang terukur.

Ke depan, tantangannya bukan hanya meredam fitnah, tetapi membangun tata kelola timah yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih berpihak pada masyarakat Babel. Di situlah publik perlu terus mengawal, mengingatkan, dan menuntut: keputusan-keputusan strategis harus selalu kembali pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan segelintir pihak.

Ketika akal sehat diberi ruang, rumor kehilangan panggung. Dari sanalah masa depan Babel bisa disusun tanpa bising yang tidak perlu, tetapi dengan arah yang jelas. (Redaksi/JB 007 Babel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *