JENDELABABEL.COM, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) buka suara ihwal gaduh data dana mengendap atau ‘diparkir’ pemerintah daerah di perbankan yang mencuat beberapa hari terakhir. Salah satunya Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung senilai Rp2,1 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menegaskan bahwa data dana mengendap pemda yang dicatat BI seluruhnya berdasarkan laporan langsung dari perbankan tiap bulan.
“Sehubungan dengan pemberitaan data simpanan Pemda di perbankan, dapat kami sampaikan bahwa Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank,” kata Denny melalui keterangan tertulis, Rabu (23/10/2025).
Denny mengungkapkan, data dana simpanan pemda itu dilaporkan pihak bank berdasarkan posisi akhir bulan. Selanjutnya Bank Indonesia melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan.
“Data posisi simpanan perbankan tersebut secara agregat dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website Bank Indonesia,” tegas Denny.
Disoal Mendagri
Sebagaimana diketahui, Menteri Dalam Neger Tito Karnavian sebelumnya melaporkan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa simpanan daerah di perbankan tidaklah setinggi catatan Bank Indonesia (BI).
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang rutin dilaksanakan tiap awal pekan, dan kini dihadiri Purbaya, Tito mulanya mengungkapkan BI mencatat simpanan Pemda di perbankan per September 2025 senilai Rp 233,97 triliun.
“Dari BI itu menyampaikan bahwa daerah itu ada di bank sebanyak Rp 233 triliun,” kata Tito, Senin (20/10/2025).
Simpanan pemda mulai tingkat provinsi hingga kabupaten atau kota yang dilaporkan BI mengendap di perbankan itu kata Tito terdiri dari giro Rp 178,14 triliun, deposito Rp 48,4 triliun, dan tabungan Rp 7,43 triliun.
Setelah mengecek detail angka simpanan yang dicatat BI itu hingga ke tingkat kota, Tito mengaku menemukan data yang janggal. Salah satunya ialah simpanan pemerintah Kota Banjarbaru yang mencapai Rp 5,16 triliun.
Padahal, ia mengatakan, pendapatan asli daerah atau PAD pemda kota Banjarbaru itu bahkan tak sampai Rp 5 triliun. Masalah inilah yang ia sebut membuat Kemendagri melakukan pengecekan ulang total simpanan pemda yang langsung ada di kas nya masing-masing.
“Ini menurut kami data yang kurang valid, karena pendapatannya saja enggak sampai Rp 5 triliun tapi dari BI itu menyampaikan Rp 5 triliun, sehingga kami juga melakukan checking ke kas nya masing-masing daerah,” tegas Tito.
Dari hasil pengecekan secara langsung ke kas masing-masing daerah, Tito mengatakan, sebetulnya uang pemda yang tersedia di rekeningnya masing-masing secara total di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota hanya senilai Rp 215 triliun, atau ada selisih sekitar Rp 18 triliun dari laporan BI.
“Data melalui kas nya langsung, ke rekeningnya itu Rp 215 triliun, Rp 64 triliun di tingkat provinsi, kabupaten Rp 119,92 triliun, dan kota Rp 30,13 triliun,” kata Tito.
Sementara Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Babel, M Haris, Rabu pagi, memneberkan bahwa APBD Babel 2025 hanya sebesar Rp 2,3 triliun. Dan sudah terealisasi mencapai Rp 1,6 trilliun atau sebesar 70,54 persen per 17 Oktober 2025.
M Haris merinci realisasi APBD 2025 yaitu, dana transfer pusat senilai Rp 1,05 triliun atau 76,29 persen dari target senilai Rp1.38 triliun. Kemudian PAD senilai Rp 616 miliar atau mencapai 62,49 persen dari total target tahun 2025 senilai Rp 986 miliar.
“Kas daerah hanya di Bank SumselBabel dengan dana hanya sekitar Rp 200 miliar. Jadi tidak benar punya dana mngendap senilai Rp 2,1 triliun,” kata M Haris.
Dari Bank Daerah
Laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait perbedaan data dana mengendap perbankan di daerah dengan Bank Indonesia (BI) malah menimbulkan kecurigaan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Per September 2025, Tito mengatakan, dari hasil pengecekannya langsung ke rekening kas daerah, nominal dana mengendap hanya senilai Rp 215 triliun, sedangkan berdasarkan catatan BI mencapai Rp 233 triliun lebih, yang berarti ada selisih sekitar Rp 18 triliun.
“Justru saya jadi bertanya-tanya, Rp 18 triliun itu ke mana, karena kalau bank sentral pasti ngikut itu dari bank-bank di seluruh Indonesia, Kalau di Pemda kurang Rp 18 triliun, mungkin pemda kurang teliti ngitung atau nulisnya pak, karena kalau BI sudah di sistem semuanya,” kata Purbaya kepada Tito saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025, Senin (20/10/2025).
Oleh sebab itu, Purbaya meminta Tito untuk melakukan investigasi perbedaan pencatatan dana mengendap daerah di perbankan itu. Bila benar-benar dana selisih itu digunakan daerah untuk menggerakkan perekonomian, maka ia mengaku menyambut baik. Bila sebaliknya, maka perlu diusut.
“Jadi itu musti diinvestigasi ke mana yang selisih Rp 18 triliun itu. Tapi enggak apa-apa, selama di daerah digunakan itu sudah bagus untuk menggerakkan ekonomi daerah, jadi kuncinya di situ. Jangan ditransfer ke pusat lagi uangnya, jangan ditaruh di Bank Jakarta,” ucap Purbaya.
Terkait polemik ini, redaksi masih melakukan penelusuran dan memverifikasi ke pihak terkait.
(Redaksi/JB 007 Babel)
















